Aku pikir,
kita tak perlu banyak beradu kata
Kepingan-kepingan yang terserak,
kisah-kisah kelam yang diceritakan dengan suara serak,
pun gumpal di kepala yang kerap liar menggelegak
Aku pikir,
mungkin kita setengah bercermin satu sama lain
Ketika mata menatap dan aku bilang, kamu tidak bahagia;
atau saat kamu bertanya ada apa
Ketika jarak lebih mudah dibentangkan daripada dilipat
Ataupun saat percaya perlu digurat dengan berdarah-darah
Aku pikir,
aku mencintaimu sebesar itu
Sama seperti cinta-cinta tak bersuara yang aku taburkan pada orang-orang rumahku
Cinta yang aku ukir dengan huruf-huruf abu,
sisa dari fragmen yang aku bakar untuk kamu, juga mereka orang rumahku
Apa yang aku berikan dan tak mungkin kembali lagi
Mungkin,
kamu juga berpikir mencintaiku sebesar itu
Dengan merekatkan keping-keping yang terserak,
dengan bisikan cinta yang kadang mungkin kau dengar sumbang
Tapi,
mungkin itu mengapa kadang orang bilang dirinya tak lagi utuh
Pecah berantakan menjadi sekian fragmen
Bahkan aku tak bisa menyebutkan tanggal atau kapan semuanya pecah;
tak selancar aku menyebutkan namamu, alamatmu, tanggal ulang tahunmu, atau sesepele kapan aku dan kamu menyapakan salam pertama
Aku tak tahu, mungkin juga aku sudah terbagi dalam fragmen-fragmen kecil itu jauh sebelum garis kita bertemu
Aku yang bergelung mencari hangat badanmu,
Aku yang diam dalam sunyi panjang dan larut dalam pikiranku,
Aku yang berteriak ketika tak lagi bisa menahan kecewaku,
Aku yang melonjak bagai kanak-kanak setiap melihat kamu,
Aku yang membungkus diri rapat dalam tutur sopan dan segala gerak-gerik kaku,
Aku tak utuh, dalam serakan yang berumur tak seragam; anak kecil, remaja, dewasa muda, atau kakek-kakek
Hal yang dulu sempat aku pikir pertanda aku mulai gila
Aku pikir mungkin itu mengapa,
ada banyak waktu ketika aku tak bisa menjelaskan kenapa;
Ketika aku tak bisa menjelaskan dengan lancar tentang rasa;
ketika yang aku tahu hanya marah, tenang, dan kecewa
karena merasa itu tak pernah mudah,
sesuatu yang dijejalkan tiba-tiba,
dimensi yang katanya menyenangkan, tapi bagiku terasa mengancam karena tak terbiasa
Ada dialog,
antara aku dan beberapa orang
Di depan cermin yang menatap kami
Mungkin,
kami adalah orang-orang sakit
yang bersembunyi dalam sekian topeng
Berusaha mengartikan makna hidup di antara tumpukan yang bahkan belum divalidasi fiktif atau tidaknya
Jadi, aku pikir, kalau kamu bertanya mengapa aku di sini
mungkin jawabanku adalah karena ini pilihan terbaikku hari ini
aku tidak tahu apakah ini benar atau salah, bodoh atau pintar
aku hanya tidak ingin menyakiti orang lain dan tidak ingin menyakiti aku;
walau aku juga tak tahu keping yang mana yang mungkin tersakiti
aku tidak ingin mengunyah banyak rasa, tanpa mengerti membahasakannya;
karena menjelaskan apa yang tidak aku mengerti,
siapa yang bisa?
Jadi, aku berusaha memahami keping-kepingku
Menyesuaikan agar setidaknya mereka berada di taraf usia yang sama,
agar diri tak seperti terbelah;
di antara keping yang berceceran
Di antara hari ini dan kepergian nanti,
aku merasa ada sebagian lagi yang pecah…